Saturday 11 October 2008

Kesehatan Masyarakat Berbasis Fakta (Evidence): Filariasis di Kota Bekasi

KESEHATAN MASYARAKAT BERBASIS EVIDENS;

FILARIASIS DI KOTA BEKASI

Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara.

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil (mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.

Gejala klinis Filariais Akut adalah berupa; Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis); filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis; berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

Lebih dari 20 spesies nyamuk telah dilaporkan sebagai vektor filariasis di Indonesia, yang masih perlu diteliti kembali, sedangkan tentang bionomik spesies-spesies itu masih belum banyak diketahui. Untuk W. bancrofti di daerah perkotaan, sejak dahulu dilaporkan Culex quinquefasciatus sebagai vektor, sedangkan untuk W. bancrofti yang di daerah pedesaan dilaporkan sebagai vektor berbagai spesies dari genus Anopheles, Culez, Aedes dan Mansonia. Untuk B. malayi yang periodik dilaporkan An. barbirostris sebagai vektor, sedangkan untuk B. malayi yang subperiodik dilaporkan sebagai vektor pertama berbagai spesies Mansonia Brugia timori terutama ditularkan oleh An. barbirostris, tapi An. vagus dan An. subpictus pernah juga dilaporkan sebagai vektor. Spesies nyamuk yang dapat menjadi vektor filariasis ini berbeda-beda dari daerah yang satu dari yang lain, sedangkan tentang bionomik vektor-vektor ini belum banyak diketahui.

Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.

Filariasis tersebar luas di seluruh Indonesia, terutama di daerah pedesaan di dataran rendah. Walaupun dapat ditemukan juga di daerah perkotaan dan yang berbukit, penyakit ini terutama merupakan masalah kesehatan masyarakat di daerah pedesaan di dataran rendah. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.

Sampai tahun 2005 penyakit filariasis telah ditemukan di setiap kecamatan di Kota Bekasi yang menyebar di 17 kelurahan dengan jumlah kasus klinis sebanyak 36 kasus. Pada tahun 2004 penyakit Filariasis telah ditemukan di setiap kecamatan Kota Bekasi yang menyebar di 13 Kelurahan dengan jumlah kasus klinis sebanyak 31 kasus. Sedangkan tahun 2003 di 9 Kecamatan dengan jumlah kasus klinis sebanyak 30 kasus.

Pada tahun 2005 kasus terbanyak terdapat di kecamatan Jati Sampurna, kelurahan Jati Sampurna dengan jumlah 8 kasus dan di kecamatan Mustika Jaya, kelurahan Bantar Gebang sebanyak 5 kasus.

Program yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Kota Bekasi pada tahun 2005 adalah melakukan pengobatan massal pada 2 kecamatan dengan kasus terbanyak yaitu kecamatan Jati Sampurna dan Mustika Jaya.

Evaluasi Program

Berdasarkan data-data tersebut maka program pencegahan penyebarluasan dan pemberantasan penyakit yang harus dilakukan adalah :

1) Suatu desa yang diperkirakan merupakan daerah endemis, dianjurkan melaksanakan pemeriksaan darah jari 20 ul pada malam hari, dari sejumlah 10% dari penduduknya.

2) Bila hasil pemeriksaan darah menunjukkan mikrofilaremia 5% atau lebih dari jumlah yang diperiksa, maka sebaiknya dilakukan pengobatan massal.

3) Pengobatan massal dianjurkan dengan dosis rendah yang diberikan secara berkala sampai dicapai dosis total Dietilkarbamasin sejumlah 4 g untuk B. malayi dan 6 g untuk W. bancrofti lama pengobatan ditetapkan oleh kebijaksanaan dokter Puskesmas. Pengobatan tersebut dianjurkan dengan peran serta masyarakat.

4) Vektor potensial di daerah endemis ini perlu ditentukan, untuk mengetahui tempat perindukannya. Selanjutnya bila memungkinkan dilakukan pengendalian lingkungan dengan kerjasama lintas sektoral khususnya bidang pertanian.

5) Evaluasi pengobatan dianjurkan dilaksanakan 3 tahun setelah pengobatan.

6) Memasukkan Dietilkarbamasin dalam daftar obat essensial filariasis obat Inpres Puskesmas.

7) Perlu adanya pengetahuan keadaan sosial ekonomi penduduk yang dapat dipakai sebagai dasar keberhasilan penanggulangannya.

8) Perlu dilakukan survey atau studi entomologi untuk mengetahui vektor penyakit. Dalam hal ini yang perlu diketahui adalah kepadatan, kebiasaan menggigit, kebiasaan hinggap, habitat dan lain-lain. Pembedahan nyamuk sangat penting untuk mengetahui infeksi filariasis dan infective rate.

Sebaiknya pemberantasan filariasis ditangani pada semua faset yaitu: pemberantasan parasitnya pada semua hospes, pemberantasan nyamuk vektornya dan penanganan lingkungan.

a. Pemberantasan Parasit pada hospes

Untuk memberantas parasit dengan pengobatan, seharusnya diadakan pengobatan semua hospes yang mengandung parasit, sehingga tidak ada parasit lagi yang dapat ditularkan oleh vektor. Pemberantasan filariasis dengan cara pengobatan merupakan pemberantasan jangka pendek untuk mengurangi infection rate dan disease rate sehingga orang dapat bekerja dan berproduksi.

Hingga sekarang obat satu-satunya yang sudah dapat dipakai secara luas pada masyarakat -adalah Dietilkarbamazin (DEC), yang di Indonesia diproduksi sebagai Filarzan. Dosis yang hingga sekarang disetujui secara internasional adalah: 3 x 2 mg/kg. berat badan sehari sampai dosis total sebesar 72 mg/berat badan.

Maka hal yang perlu diperhatikan adalah semua yang akan mengkonsumsi obat harus ditimbang dahulu sebelum dapat ditentukan dosis obat yang harus diberikan. Ini merupakan hal yang harus diperhatikan petugas kesehatan dalam pemberian pengobatan.

Oleh karena DEC memberi efek samping yang disebabkan oleh dua hal; yang pertama ialah karena tidak tahan terhadap obatnya sendiri seperti pusing, mual muntah dan sebagainya. Hal ini biasanya tidak berat sehingga jarang sampai mengharuskan penghentian pengobatan. Efek samping yang lebih berat disebabkan karena terbunuhnya parasit yang menyebabkan reaksi demam yang tinggi, sakit kepala, sakit seluruh badan, yang dapat timbul beberapa jam setelah minum obat. Kemudian dapat timbul limfadenitis, limfangitis yang dapat berlanjut sampai terjadi abses. Penderitaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, sehingga orang banyak yang menolak minum obat. Maka perlu dilakukan penyuluhan secara kelompok maupun individu kepada masyarakat yang akan menerima pengobatan mengenai hal –hal tersebut. Selain itu juga pemberian dosis rendah untuk meminimalisasikan efek samping yang terjadi.

Kemudian pengobatan juga perlu dilakukan berulang – ulang dari waktu ke waktu sampai semua daerah terjangkau dan juga perlu dilakukan pemantauan minum obat oleh petugas kesehatan karena meskipun orang bersedia minum obat, namun sukar sekali mencapai coverage 100%.

b. Pemberantasan Vektor

Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan berbagai cara: pengendalian secara kimiawi dan non kimiawi.

· Pengendalian vektor secara kimiawi

Dalam pengendalian vektor secara kimiawi digunakan berbagai bahan kimia untuk membunuh ataupun menghambat pertumbuhan serangga. Di Indonesia hingga sekarang yang banyak dipakai dalam pengendalian vektor malaria yang seringkali sekaligus dapat mengendalikan vektor filariasis, adalah penggunaan insektisida yang ditujukan untuk membunuh nyamuk dewasa dengan cara penyemprotan tempat menggigit dan tempat istirahat vektor.

Penggunaan insektisida didahului dengan penelitian bionomik vektor, sehingga penyemprotan dapat mencapai sasarannya. Penyemprotan tidak saja dilakukan di rumah tinggal, tetapi juga dilakukan di daerah jauh dari pemukiman misalnya kebun, rawa, ladang, tepi hutan dan daerah lainnya. Resistensi vektor terhadap insektisida juga perlu diperhatikan sehingga perlu diadakan alternatif-alternatif cara pemberantasan lain atau menggunakan insektisida lain.

· Pengendalian Vektor secara Non Kimiawi

Cara lain juga bisa dilakukan dengan mengurangi kontak antara vektor dan manusia dengan pemakaian dan juga penggunaan repellent seperti minyak sereh. Untuk cara pengendalian tersebut perlu dilakukan penyuluhan yang baik.

Pengelolaan lingkungan, baik untuk mengurangi, menghilangkan tempat perindukan ataupun mencegah, atau menghindari kontak dengan vektor. Untuk hal ini perlu kerjasama lintas sektoral dan yang lebih penting adalah peranserta masyarakat yang dapat ditingkatkan melalui penyuluhan-penyuluhan yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Profil Kesehatan Kota Bekasi. Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tahun 2005
  2. www.Infeksi.com
  3. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Sri Oemijati, Bagian parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  4. Aspek epdemiologis fialriasis yang berhubungan dengan pemberantasannya, M.Sudomo. Pusat penelitian Ekologi Kesehatan, Balitbangkes DEPKES RI.

Sukses !!

akhirnya saya bisa buat blog neh...

terima kasih atas bantuan dari Tim pengajar teknologi internet...
alhamdulillah syuksyes neh bisa punya blog baru,

wah katanya akan ada tugas neh....waaaaaaaah...

harus dipublish sebelum tanggal 18 Oktober 2008

temanya tentang Kesmas..minimal 6 paragraf..

doakan bisa mendapatkan urutan terdepan di search engine yah...

nantikan yah pemunculan artikel tersebut...